Minggu, 01 Desember 2013

Makalah Perkembangan Sosio-Emosional Peserta Didik

MAKALAH
PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PESERTA DIDIK SERTA IMPLIKASINYA DALAM BIDANG PENDIDIKAN
Diajukan guna memenuhi tugas Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik
dari Ahmad Rifqy Ash Shiddiqy, S. Pd.
dan Prof.DR.Uman Suherman M.PD



oleh :
Anis Khoirunnisa (1201722)
Iis Elisatu Khaerunnajah (1202349)
Setia Rahmawan (1200583)
Tri Susanti (1205174)

Pendidikan Kima
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Indonesia
2012

Job Description

1. Anis Khoirunnisa (mencari materi,membuat rumusan masalah dalam makalah,mengetik makalah,mengedit tata teks makalah, membuat power point)
2. Iis Elisatu Khaerunnajah (mencari materi,mengetik makalah,membuat bagian analisis dalam makalah, membuat power point)
3. Setia Rahmawan (mengetik teks makalah,mencetak (print) makalah,mencari sumber atau bahan di internet dan buku,membuat power point,membuat bagian implikasi dalam makalah)
4. Tri Susanti (mengetik teks makalah,membuat bagian rekomendasi dalam makalah,meminjamkan laptop dan tempat kerja kelompok,mencari sumber, membuat power point)


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR        i
DAFTAR ISI         ii
BAB I            1
PENDAHULUAN         1
A. LATAR BELAKANG         1
B. RUMUSAN MASALAH         2
C. TUJUAN DAN MANFAAT PEMBAHASAN         2
D. METODE PEMBAHASAN         2
BAB II         3
TINJAUAN TEORITIS         3
BAB III         8
ANALISIS TEORETIS         8
BAB IV         12
PENUTUP         12
KESIMPULAN         12
REKOMENDASI         13
DAFTAR PUSTAKA         14

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena dengan Rahmat dan Hidayah-Nya semata, pembuatan makalah yang berjudul Karakterisitik Perkembangan Sosio-emosional Peserta Didik serta Implikasinya dalam Bidang Pendidikan dapat terselesaikan dengan baik.
Shalawat dan salam senantiasa tetap tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW yang telah mengantarkan umat manusia dari dunia kegelapan dan kebodohan menuju dunia yang penuh dengan cahaya dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembuatan makalah  ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, semoga amal baik tersebut dibalas oleh Allah SWT. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada:

1.    Orang tua kami yang telah memberikan dukungan moril dan materil serta motivasi.
2.    Bapak Ahmad Rifqy Ashiddiqy, S. Pd. selaku dosen mata kuliah Perkembangan Peserta Didik.
3.    Teman-teman kami yang selalu mendukung kerja kami.
4.    Tukang fotokopi dan printer yang sangat membantu kami dalam memepersiapkan makalah ini.
5.    Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas do’a, motivasi, bantuan serta perhatian yang tulus ikhlas.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak kami harapkan untuk perbaikan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, sehingga dapat membuka cakrawala berpikir serta memberikan setitik khazanah pengetahuan untuk terus memajukan dunia pendidikan.

Bandung, 24  September 2012

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Karakterisitik perkembangan sosio-emosional peserta didik serta implikasinya dalam bidang pendidikan. Sosio-emosional berasal dari kata sosial dan emosi. Perkembangan sosial adalah pencapaian kematangan dalam hubungan atau interaksi sosial.  Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral agama. Sedangkan emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi dibedakan menjadi dua, yakni emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat, atau rasa ingin tahu yang tinggi akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar. Emosi negatif sperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar, sehingga kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam belajarnya. Selain itu, dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa Latin ‘movere’ yang berarti ‘menggerakkan, bergerak’. Kemudian ditambah dengan awalan ‘e-‘ untuk memberi arti ‘bergerak menjauh’. Makna ini menyiratkan kesan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.

Perkembangan sosioemosional peserta didik termasuk suatu pembahasan yang sangat penting karena dengan mengetahui perkembangan sosio-emosional peserta didik, para pendidik (guru) dapat mengambil suatu sikap untuk menghadapi pesrta didik dengan berbagai karakteristik dan sifat yang berbeda-beda.
Pembahasan perkembangan sosio-emosional peserta didik dilakukan dengan studi literatur, yakni mengambil data dari berbagai sumber, seperti buku, jurnal, serta penarikan kesimpulan.
B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah :
1.    Apa saja karakteristik sosio-emosional peserta didik pada remaja?
2.    Apa saja yang menjadi faktor perkembangan sosio-emosional perserta didik?
3.    Bagaimana pengaruh sosio-emosional perserta didik dalam bidang pendidikan terhadap diri sendiri maupun orang lain?
4.    Bagaimana cara agar para peserta didik mempunyai kecerdasan sosio-emosional yang baik?


C.     TUJUAN DAN MANFAAT PEMBAHASAN
    Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :
1.    Memenuhi tugas dari Bapak Ahmad Rifqy Ash Shiddiqy pada mata kuliah Perkembangan Peserta Didik.
2.    Membahas karakteristik perkembangan sosio-emosional peserta didik serta implikasinya dalam bidang pendidikan.
3.    Mengerti dan memahami karakteristik perkembangan sosio-emosional peserta didik serta implikasinya dalam bidang pendidikan.


D.     METODE PEMBAHASAN
Metode pembahasan yang digunakan adalah metode studi literatur. Metode studi literatur adalah pengumpulan data dengan cara mengkaji dari bahan-bahan pustaka dan referensi yang dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam pembahasan tentang perkembangan sosio-emosional peserta didik.
Data-data tersebut kemudian di analisa untuk mendapatkan suatu kesimpulan.



BAB II
TINJAUAN TEORETIS

Perkembangan diartikan sebagai sesuatu yang mengembang ke arah yang lebih, mengetahui lebih, dan menampung lebih, serta tidak dalam ukuran yang nyata atau tidak terlihat namun dapat diketahui dan dirasakan baik oleh individu itu sendiri ataupun orang lain.
Yusuf (2007:122) menyatakan bahwa perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerjasama.
Fanken (1993) dalam Baihaqi dkk (2005:105) menjelaskan bahwa emosi merupakan hasil informasi antara faktor subjektif (proses kognitif), faktor lingkungan (hasil belajar) dan faktor biologi (proses hormonal).
Departement of Health, Education and Welfare USA (1969) dalam Schloss (1984:3) dalam Deplhie (2005:33) menyebutkan faktor sosioemosional yang menyebabkan anak sulit menyesuaikan diri meliputi: perasaan takut, perasaan ketidakpuasan disebabkan orang lain, agresi, dan sikap negatif terhadap suatu kemenangan.
Sroufe (1979) mengajukan teori perkembangan sosio-emosional , dengan membedakan emosi yang terjadi dari  keadaan yang darurat  dan keadaan yang tidak darurat. Kognisi merupakan pusat emosional pengembangan dari sudut pandang Sroufe. Sroufe percaya bahwa, khusus daerah emosi tidak muncul sampai usia sekitar dua sampai tiga bulan. Sebelum ini harus ada kemampuan kognitif yang memadai untuk memungkinkan kesadaran, ditambah kemampuan untuk membedakan diri dari orang lain. Jadi percobaan yang datang tentang emosional bergantung pada pengakuan dan penilaian perkembangan kognitif.
Giblin(1981) keseimbangan pada teori perkembangan emosional Giblin berdasarkan pada perbedaan antara perasaan dan emosi. Tanggapan afektif pertama perasaan, yang diproses terhadap tanggapan terhadap kualitas sensorik dan / atau perubahan fisiologis. Mereka menyebar dan terjadi pada anak-anak praverbal. Sedang dikuasai oleh jenis kehidupan afektif akan mengakibatkan hilangnya keseimbangan.

Giblin percaya bahwa ada lima tahapan dalam perkembangan emosi:
1)      Dari 0 sampai 8 bulan ada ketidakseimbangan dari sensorik respons atau
sensasi yang intens ; penyesuaian refleksif mengikuti, ekspresi mewakili kesenangan /ketidaksenangan dan istirahat / ketegangan.
2)      Dari 9 sampai 12 bulan ada juga mengembangkan ketidakseimbangan yang dibawa oleh ada atau tidak adanya orang lain. Kesetimbangan dicapai oleh interaksi, dan di respon oleh tanggapan yang lebih terorganisir.
3)      Dari 2 sampai 6 tahun, ketidakseimbangan disebabkan secara langsung dan tidak langsung oleh rangsangan dan kesetimbangan kembali melalui keterampilan representasional dan keterampilan emosional.
4)      Dari 7 sampai 12 tahun, ketidakseimbangan datang melalui persepsi langsung dan
perbandingan sosial, dan respons emosional melibatkan pola perilaku karakteristik.
5)      Setelah 13 tahun, ketidakseimbangan datang melalui perbandingan internal, dan emosi mulai berkontribusi pada konsep menstabilkan diri.

Fischer, Shaver dan Carnochan (1988, 1990), mereka mulai dari perspektif bahwa setiap teori perkembangan emosi harus berurusan dengan bagaimana emosi mengembangkan dan mempengaruhi proses perkembangan. Untuk membangun teorinya ,pada awalnya mereka tertarik  pada keahlian teori Isan (1988), yaitu organisasi perilaku. Yang mana Isan percaya bahwa
emosi dasar ditimbulkan oleh penilaian yang sangat sederhana pada masa bayi, namun, kemudian, emosi lebih kompleks dan lebih kultural tergantung tergantung pada penilaian individu.Umumnya, Fischer dkk. setuju dengan teori emosi tersebut,bahwa emosi  primer atau dasar yang bermakna, terorganisir dan adaptif, pada bayi.
Setelah Izard dan (1987) Malatesta yang umum teori umur perkembangan emosional,Malatesta-Magai, Izard dan Camras (1991) mempertimbangkan masalah yang lebih spesifikyaitu emosi pada bayi.Titik awal mereka adalah salah satu dasar dari apakah ada atau tidaknya seorang bayi memiliki perasaan. Mereka berpendapat bahwa ini adalah suatu pertanyaan. Malatesta dan Wilson (1988, lihat juga Malatesta-Magai & Hunziker, 1993) berpendapatbahwa analisis emosi dapat menangani masalah ini.
Abe dan Izard menjelaskan berbagai tonggak yang berhubungan dengan empat tahapsosio-kognitif perkembangan. Dalam masa bayi ada ketidakselarasan interaksi dua arah antara bayi dan pengasuh, pembentukan hubungan ikatan dan munculnya pedoman perilaku sosial. Pada tahap balita / pra-sekolah terdapat peningkatan rasa kesadaran diri, suatu tahap untuk meningkatkan kemampuan memahami orang lain (empati), kepekaan meningkat dengan moralstandar dan aturan, dan awal dari diri-evaluatif emosi (kebanggaan, rasa bersalah dan malu). Selama masa kanak-kanak tengah dan akhir perkembangan  ada kemampuan untuk membuat  perbandingan sosial, munculnya sifat-seperti konsep diri, peningkatan kemampuan dalam memahami pandangan sosial atau memahami pikiran dan perasaan orang lain dan kemampuan untuk konsep diri-evaluatif emosi. Akhirnya, selama masa remaja, kapasitas untukabstrak berpikir meningkat dalam hubungannya dengan keadaan emosional negatif.
Camras memandang sesuatu itu dari  posisipembangunan dan membuat suatu system analisis yang lebih baik.Jadi, Jadi jika salah satu elemen dipengaruhi oleh tindakan, sehinggamemungkinkan adanya hubungan sinergis antar mereka.Hal ini membuat tugas kontrol ataupusat atau struktur sederhana yang telah dinyatakan. Dari sudut pandang perkembangan emosional, yang menunjukkan bahwa ada ekspresi emosional pada awal masa bayi, tetapi tidak berarti bahwa seluruh sistem emosi berfungsi. Sebagai contoh, tidak berarti bahwa ada subjektif dari pengalaman tertentu di balik ekspreksi.

Sosioemosional adalah perubahan yang terjadi pada diri setiap individu dalam warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu.Dalam pembahasan sosio-emosional ini lebih ditekankan dalam sosio-emosional pada remaja.

A.     Remaja
Tahapan remaja merupakan tahap perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual). Menurut Konopka (Pikunas, 1976) masa remaja ini meliputi (a) remaja awal 12-15 tahun; (b) remaja madya 15-18 tahun; (c) remaja akhir 19-22 tahun.
Periode remaja ini dipandang sebagai masa frustasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun, dan perasaan teralineasi (tersishkan) dari kehidupan sosial orang dewasa (Lustin Pikunas, 1976).

B.     Perkembangan emosi remaja
Masa remaja adalah puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi.Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual mempengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan baru yang dialami sebelumnya.

C.     Perkembangan sosial remaja
Pada remaja berkembang “sosial cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Pemahaman ini, mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan mereka (terutama teman sebaya).
Pada masa ini juga berkembang sikap “conformity”, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran, atau keinginan orang lain.


D.     Problema pada sosio-emosional remaja
Masa remaja adalah masa untuk mencari identitas diri.Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini sering menimbulkan berbagai permasalahan pada remaja.

E.     Permasalahan remaja yang berkaitan dengan perkembangan perilaku sosial, moralitas, dan agama, diantaranya:
1.    Keterkaitan hidup dalam kelompok kecil yamg tidak terbimbing sehingga mudah menimbulkan konflik dan kenakalan remaja yang berbentuk perkelahian, prostitusi, pencurian dan bentuk-bentuk perilaku anti sosial lainnya.
2.    Melakukan perbuatan-perbuatan yang dilakukan secara sengaja yang justru bertentangan dengan norma masyarakat maupun agama.

BAB III
ANALISIS TEORETIS
A.pengertian perkembangan sosio-emosional
Pada dasarnya perkembangan sosio-emosional itu merupakan kemampuan peserta didik berinteraksi dengan lingkungannya dan bagaiman peserta didik menyikapi hal-hal yang terjadi di sekitarnya.Perkembangan sosial pada peserta didik ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di samping dengan anggota keluarga juga dengan teman sebaya, sehingga ruang gerak hubungan sosioalnya bertambah. Biasanya peserta didik mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri dari sikap berpusat pada diri snediri (egosentris), kepada sikap bekerja sama (koperatif) atau mau memerhatikan kepentingan orang lain (sosiosentris). Hal ini berkaitan dengan sikap yang ada pada peserta didik itu sendiri.Apakah dengan sikap atau emosi yang stabil seperti bersikap respect terhadap diri sendiri dan orang lain atau bersikap tidak baik seperti tidak mau bergaul dengan orang lain.
Saat ini banyak orang berpendidikan khususnya remaja yang tampak menjanjikan tetapi akhirnya mengalami kemandekan dalam pencapaian karir atau tujuan hidupnya. Para remaja ini sebagian besar tersingkir dari persaingan tersebut akibat rendahnya kecerdasan emosi, kemempuan mendengarkan dan mempelajari kehidupan yang tidak sepenuhnya tidak dikuasai serta cara adaptasi dan berkomunikasi secara lisan yang seolah-olah dianggap oleh para remaja merupakan suatu hal yang dianggap tidak penting.
Tingkat kecerdasan intelektual seseorang khususnya remaja pada umumnya selalu dalam keadaan tetap akan tetapi kecerdasan emosi dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan adaptasi dan kepekaan terhadap lingkungan sebagai sumber energi, informasi, koneksi untuk berinteraksi dengan lingkungannya dan bagaiman peserta didik menyikapi hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Emosi juga merupakan suatu bahan bakar yang tidak tergantikan bagi otak agar mampu melakukan penalaran serta pemahaman yang tinggi terhadap lingkungan. Emosi menurut kreativitas, kolaborasi, inisiatif dan transformasi sedangkan penalran logis berfungsi untuk mengantisipasi dorongan-dorongan yang keliru, untuk kemudian menyelaraskannya dengan proses kehidupan dengna sentuhan manusiawi. Disamping itu, sosio-emosional pada remaja menjadi salah satu kekuatan penggerak: bukti-bukti menunjukkan bahwa nilai dan watak dasar seseorang dalam hidup ini tidak berakar pada kecerdasan intelektual melainkan terletak pada sosio-emosional.
Peranan remaja dalam lingkungan adalah sebagai makhluk yang harus memiliki kemampuan dalam penyesuaian diri terhadap aspek-aspek, nilai-nilai dan interaksi sehingga mampu menjadi makhluk sosial yang menjalankan semua kegiatan sosialnya dengan penuh tanggung jawab.Remaja tumbuh dan berkembang dalam lingkungan sosial, sehingga lingkungan sosiallah yang mampu memberikan pengaruh terhadap pembentukan berbagai aspek kehidupan remaja terutama pada pola pengembangan sosio-emosional. Dengan demikian perkembangan sosial ini dapat diartikan sebagai proses berkembangnya tingkat hubungan antara manusia untuk meningkatkan kebutuhan hidup manusia.
Menurut Gunarsa (1989) menjelaskan bahwa karakteristik remaja yang mampu menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja :
1.    Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam pergerakan
2.    Ketidakstabilan emosi`
3.    Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup
4.    Adanya sikap menentang dan menantang terhadap orang-orang yang lebih tua
5.    Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentangan dengan orang tua
6.    Kegelisahan karena banyaknya suatu hal yang diinginkan oleh remaja tetapi tidak mampu untuk memenuhi semua keinginan tersebut
7.    Senang bereksperimen, bereksplorasi, serta mempunyai banyak hayalan, bualan, dan fantasi
8.    Kecenderungan membuat kelompok yang melakukan perbuatan dengan melanggar norma-norma kehidupan.


B. Implikasi Perkembangan Sosio-emosional terhadap pendidik
Dalam proses belajar, kita tidak menyangkal bahwa peran intelegensi berpengaruh terhadap prestasi pembelajaran. Namun, yang muncul saat ini tingkat keberhasilan seseorang dalam pendidikan sangat difokuskan untuk diukur secara kuantitas intelegensi yaitu dengan pengukuran Intelligence Quotient (IQ), peran IQ diasumsikan sebagai hal utama yang berpengaruh terhadap keberhasilan. Akan tetapi, perlu disadari bahwa IQ hanyalah merupakan pengukuran secara kuantitas mengenai tingkat intelegensi yang dapat diukur dan bersifat konkret dan konvergen. Emosi yang positif dapat mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali. Oleh karena itu, pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi positif pada diri pelajar (peserta didik). Untuk menciptakan emosi positif pada dirisiswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan menciptakan lingkungan belajar atau lingkungan sosial yang menyenangkan dan dengan penciptaan kegembiraan belajar. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya secara sehat terutama dalam berhubungan dengan orang lain. Selain keceerdasan emosi interaksi antara pelajar dengan lingkungan tempat sekolah juga mempengaruhi proses belajar. Apabila terjadi hubungan atau interaksi yang baik antar pelajar dengan lingkungan sosial, lingkungan masyarakat, dan lingkungan keluarga serta emosi dari para pelajar mampu disesuaikan dengan lingkungan sosial tersebut, tentu saja proses belajar dari pelajar akan berjalan dengan lancar. Maka dari hal tersebut dapat kita simpulkan bahwa dalam proses pendidikan, emosi lingkungan sosial sangat berperan dan perlu dilibatkan dalam proses pembelajaran karena emosi mempunyai suatu kekuatan yang dapat memicu kita dalam mencapai suatu prestasi belajar dan lingkungan social menjadi wadah dalam menjalankan proses belajar. Maka dengan ini sangatlah keliru jika dianggap faktor utama penentu keberhasilan adalah IQ yang tinggi. Banyak orang yang berhasil dalam sisi akademik namun tidak bisa melakukan apapun dengan keberhasilannya dalam kehidupan yang nyata. Oleh karena itu, keterlibatan emosi dan keterlibatan pelajar dalam lingkungan sosialnya sangat penting dalam segala aktivitas, apalagi jika kita dapat mengelola emosi itu dengan tepat dalam lingkungan sosial atau dengan kata lain cerdas dalam menggunakan emosi. Kecerdasan emosi dan mampu berinteraksi dalam lingkungan sosial ini akan sangat berperan terhadap keberhasilan seseorang dalam segala aspek kehidupan.


BAB IV
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Pada masa remaja, tingkat karakteristik emosional akan menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional para remaja seperti perasaan sayang, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai calon pendidik dan pendidik kita harus mengetahui setiap aspek  yang berhubungan dengan perubahan ntingkah laku dalam perkembangan remaja, serta memahami aspek atau gejala tersebut sehingga kita bisa melakukan komunikasi yang baik dengan remaja. Perkembangan emosi remaja merupakan suatu titik yang mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun sikap kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja karena pengaruh didikan orang tua.
Faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan peserta didik pada usia remaja yaitu diantaranya: didikan orang tua, lingkungan sekitar tempat tinggal dan perlakuan guru di sekolah.
Pengaruh sosio-emosional yang baik pada remaja terhadap diri sendiri yaitu untuk mengendalikan diri, memutuskan segala sesuatu dengan baik, serta bisa lebih matang merencanakan segala hal yang akan diputuskannya, sedangkan terhadap orang lain, yaitu mampu menjalin kerjasama yang baik, saling menghargai dan mampu memposisikan diri di lingkungan dengan baik. 
Agar seorang peserta didik dapat memiliki kecerdasan emosi dengan baik haruslah dibentuk sejak usia dini, karena pada saat itu amat sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan manusia selanjutnya. Sebab pada usia ini dasar-dasar kepribadian anak telah terbentuk.

B.     Rekomendasi
Hasil penelitian ini memberikan implikasi kepada  berbagai pihak atau bidang sehingga disarankan untuk perlunya pengkajian lebih jauh untuk meningkatkan bidang perkembangan sosio-emosianal peserta didik, seperti hal-hal berikut ini.

a.    Bagi pihak sekolah
Menghadapi masalah perkembangan sosio-emosional peserta didik sangat bergantung kepada kedaan psikis siswa.Untuk mengembangkan potensi tersebut diperlukan beberapa kegiatan yang dapat menunjang kemajuan perkembangan sosio-emosional, diantaranya ekstra kurikuler dan bimbingan rohani.Ekstrakurikuler ini dapat berupa pramuka yang mengajarkan siswa hidup mandiri, kepemimpinan, dan lebih kreatif, atau juga dapat berupa kesenian seperti tari dan musiok sehingga dapat menyeimbangkan penggunaan otak kiri dan otak kanan siswa. Sedangkan bimbingan rohani akan mampu menjadi pengotrol siswa dalam bertindak.

b.    Bagi Peneliti Selanjutnya
Pembahasan perkembangan sosio-emosional peserta didik serta implikasinya dalam bidang pendidikan mencakup bahasan yang sangat luas.Dalam makalah ini hanya membahas perkembangan sosio-emosional remaja. Jadi peneliti selanjutnya dapat meneliti perkembangan sosio-emosional di berbagai  tingkat usia, misalnya dari bayi hingga dewasa. Selain itu peneliti selanjutnya dapat menambahkan dampak positif dan negative dari berkembangnya sosio-emosional tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin dan Arif Ginanjar.2001. Emosional Spiritual Quotient.
Jakarta : Agra Publishing.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Rosda
Hude, Darwis. 2006. Emosi. Jakarta: Erlangga.
Sunarto dan Agung Hartono. 2008. Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta : Rineka Cipta.
Yusuf, Syamsu L.N. dan Nani M. Sugandhi. 2011. Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

http://eprints.undip.ac.id/
http://newijayanto.blogspot.com/
http://psikology09b.blogspot.com/
http://repositori.ipb.ac.id/
http://topanspartasaputra.blogspot.com/
http://ml.scribd.com/


Related Post



Tidak ada komentar:

Posting Komentar