Sabtu, 03 November 2012

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan

A. Pengaruh faktor nature terhadap perkembangan yang merefleksikan paham nativisme
Teori Nativisme
Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran. Teori ini muncul dari filsafat nativisma (terlahir) sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas, pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang kodrati. Pelopor aliran Nativisme adalah Arthur Schopenhauer seorang filosof Jerman yang hidup tahun 1788-1880. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan individu ditentukan oleh bawaan sejak ia dilahirkan. Faktor lingkungan sendiri dinilai kurang berpengaruh terhadap perkembangan dan pendidikan anak. Pada hakekatnya aliran Nativisme bersumber dari Leibnitzian Tradition, sebuah tradisi yang menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak. Hasil perkambangan ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan genetik dari kedua orang tua.

Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia kan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, maka ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.

Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu. Misalnya, seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi seniman musik yang mungkin melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah kemampuan orangtuanya.

Dengan tegas Arthur Schopenhaur menyatakan yang jahat akan menjadi jahat dan yang baik akan menjadi baik. Pandanga ini sebagai lawan dari optimisme yaitu pendidikan pesimisme memberikan dasar bahwa suatu keberhasilan ditentukan oleh faktor pendidikan, ditentukan oleh anak itu sendiri. Lingkungan sekitar tidak ada, artinya sebab lingkungan itu tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak.

Walaupun dalam kenyataan sehari-hari sering ditemukan secara fisik anak mirip orang tuanya, secara bakat mewarisi bakat kedua orangtuanya, tetapi bakat pembawaan genetika itu bukan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan anak, tetapi masih ada faktor lain yang mempengaruhi perkembangan dan pembentukan anak menuju kedewasaan, mengetahui kompetensi dalam diri dan identitas diri sendiri (jati diri).

Faktor-Faktor perkembangan manusia dalam teori Nativisme

1.Faktor Genetic. Adalah faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul dari diri manusia. Contohnya adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah seorang penyanyi maka anaknya memiliki bakat pembawaan sebagai seorang penyanyi yang prosentasenya besar.

2.Faktor Kemampuan Anak. Adalah faktor yang menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang terdapat dalam dirinya. Faktor ini lebih nyata karena anak dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Contohnya adalah adanya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap anak untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan bakat dan minatnya.

3.Faktor pertumbuhan Anak. Adalah faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di setiap pertumbuhan dan perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka dia akan bersikap enerjik, aktif, dan responsif terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika pertumbuhan anak tidak normal maka anak tersebut tidak bisa mngenali bakat dan kemampuan yang dimiliki.

Tujuan-Tujuan Teori Nativisme
Didalam teori ini menurut G. Leibnitz: Monad “Didalam diri individu manusia terdapat suatu inti pribadi”. Sedangkan dalam teori Teori Arthur Schopenhauer (1788-1860) dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak lahir/bakat. Sehingga dengan teori ini setiap manusia diharapkan:

1.Mampu memunculkan bakat yang dimiliki. Dengan teori ini diharapkan manusia bisa mengoptimalkann bakat yang dimiliki dikarenakan telah mengetahui bakat yang bisa dikembangkannya. Dengan adanya hal ini, memudahkan manusia mengembangkan sesuatu yang bisa berdampak besar terhadap kemajuan dirinya.

2.Mendorong manusia mewujudkan diri yang berkompetensi. Jadi dengan teori ini diharapkan setiap manusia harus lebih kreatif dan inovatif dalam upaya pengembangan bakat dan minat agar menjadi manusia yang berkompeten sehingga bisa bersaing dengan orang lain dalam menghadapi tantangan zaman sekarang yang semakin lama semakin dibutuhkan manusia yang mempunyai kompeten lebih unggul daripada yang lain.

3.Mendorong manusia dalam menentukan pilihan. Adanya teori ini manusia bisa bersikap lebih bijaksana terhadap menentukan pilihannya, dan apabila telah menentukan pilihannya manusia tersebut akan berkomitmen dan berpegang teguh terhadap pilihannya tersebut dan meyakini bahwa sesuatu yang dipilihnya adalah yang terbaik untuk dirinya.

4.Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang. Teori ini dikemukakan untuk menjadikan manusia berperan aktif dalam pengembangan potensi diri yang dimiliki agar manusia itu memiliki ciri khas atau ciri khusus sebagai jati diri manusia.

5.Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki. Dengan adanya teori ini, maka manusia akan mudah mengenali bakat yang dimiliki, dengan artian semakin dini manusia mengenali bakat yang dimiliki maka dengan hal itu manusia dapat lebih memaksimalkan bakatnya sehingga bisa lebih optimal.

Aplikasi pada masa sekarang

Faktor pembawaan bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh pengaruh alam sekitar dan pendidikan (Arthur Schopenhauer (1788-1860)). Untuk mendukung teori tersebut di era sekarang banyak dibuka pelatihan dan kursus untuk pengembangan bakat sehingga bakat yang dibawa sejak lahir itu dilatih dan dikembangkan agar setiap individu manusia mampu mengolah potensi diri. Sehingga potensi yang ada dalam diri manusia tidak sia-sia kerena tidak dikembangkan, dilatih dan dimunculkan.

Tetapi pelatihan yang diselenggarakan itu didominasi oleh orang-orang yang memang mengetahui bakat yang dimiliki, sehingga pada pengenalan bakat dan minat pada usia dini sedikit mendapat paksaan dari orang tua dan hal itu menyebabkan bakat dan kemampuan anak cenderung tertutup bahkan hilang karena sikap otoriter orangtua yang tidak mempertimbangkan bakat, kemampuan dan minat anak.

Lembaga pelatihan ini dibuat agar menjadi suatu wadah untuk menampung suatu bakat agar kemampuan yang dimiliki oleh anak dapat tersalurkan dan berkembang dengan baik sehingga hasil yang dicapai dapat maksimal.

Tanpa disadari di lembaga pendidikan pun juga dibuka kegiatan-kegiatan yang bisa mengembangkan dan menyalurkan bakat anak diluar kegiatan akademik. Sehingga selain anak mendapat ilmu pengetahuan didalam kelas, tetapi juga bisa mengembangkan bakat yang dimilikinya.

Menurut aliran ini bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir (natus = lahir). Anak sejak lahir membawa sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu yang dinamakan sifat pembawaan. Para ahli yang mengikuti paham ini biasanya menunjukkan berbagai kesamaan/kemiripan antara orangtua dengan anak-anaknya. Misalnya kalau ayahnya ahli musik maka anaknya juga akan menjadi ahli musik, ayahnya seorang ahli fisika maka anaknya juga akan menjadi ahli fisika. Keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki oleh orangtua juga dimiliki oleh anaknya.

Sifat pembawaan tersebut mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan individu. Pendidikan dan lingkungan hampir-hampir tidak ada pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Akibatnya para ahli pengikut aliran ini berpandangan pesimistis terhadap pengaruh pendidikan. Tokoh aliran ini ialah Schopenhauer dan Lombroso.

B. Pengaruh faktor nurture terhadap perkembangan yang merefleksikan paham environmentalisme
Pengertian Environmentalisme
Environmentalisme adalah gerakan sosial yang dimotori kaum penyelamat lingkungan hidup. Gerakan ini berusaha dengan segala cara, tanpa kekerasan, mulai dari aksi jalanan, lobi politik hingga pendidikan publik untuk melindungi kekayaan alam dan ekosistem. Kaum environmentalis peduli pada isu-isu pencemaran air dan udara, kepunahan spesies, gaya hidup rakus energi, ancaman perubahan iklim dan rekayasa genetika pada produk-produk makanan.
Environmentalisme menurut beberapa tokoh:
· Monkhouse (1970) dalam The Dictionary of Geography, environmentalisme didefinisikan sebagai doktrin falsafah yang menekankan pengaruh alam sekitar ke atas corak kehidupan manusia.
· Bullock (1977) dalam The Fontana Dictionary of Modern Thought mendefinisikan environmentalisme sebagai doktrin falsafah yang memberi penekanan kepada faktor alam sekitar fizikal seperti iklim dunia, dihubungkan dengan aktivitas manusia.
· T.O'Riordan (1976) dalam bukunya Environmentalism memperluaskan ruang lingkup konsep environmentalisme dengan mendefinisikannya kepada tiga aspek yaitu;
1. Environmentalisme merujuk kepada falsafah alam sekitar, yaitu falsafah yang membentuk nilai atau moral sebagai pertimbangan kepada persepsi seseorang akan hubungannya alam sekitar.
2. Environmentalisme merujuk kepada ideologi alam sekitar, yaitu aliran-aliran pemikiran yang berkait dengan alam sekitar yang mencorakkan bidang-bidang kehidupan yang lain sebagai formula ke arah pembentukan polisi alam sekitar.
3. Environmentalisme merujuk kepada perubahan reka bentuk alam sekitar yaitu aplikasi yang praktikal bagi memanifestasikan falsafah alam sekitar sebagai rancangan bertindak bagi semua peringkat.
Sejarah Environmentalisme
Environmentalisme muncul setelah Revolusi Industri di prancis yang menimbulkan pencemaran lingkungan modern seperti yang umum terjadi saat ini. Munculnya pabrik-pabrik besar dan eksploitasi dalam jumlah besar dari batubara dan bahan bakar fosil menimbulkan polusi udara dan pembuangan limbah industri kimia dengan volume besar ditambah dengan Perkembangan urbanisasi yang pesat pula menyebabkan kepadatan penduduk. Langkah pertama yang diambil untuk mengontrol kondisi ini adalah dengan munculnya British Alkali Acts yang disahkan pada 1863, untuk mengatur polusi udara yang merugikan (gas asam klorida) yang merupakan hasil dari proses Leblanc, yang digunakan untuk menghasilkan abu soda. Environmentalisme tumbuh dengan pesat, yang merupakan reaksi terhadap industrialisasi, pertumbuhan kota, dan udara memburuk dan pencemaran air .
Kesadaran secara langsung tentang krisis alam sekitar mulai timbul dari terbitnya sebuah buku yang bertajuk Silent Spring pada tahun 1962. Buku ini adalah hasil kajian seorang saintis wanita yang bernama Rachel Carson. Walaupun buku ini hanya menumpukan penjelasan si penulis mengenai dampak pencemaran akibat industri kimia terhadap alam sekitar, ia berjaya menyadarkan masyarakat dunia mengenai krisis alam sekitar yang semakin meluas akibat perkembangan sains dan teknologi di zaman moden.
Kesadaran mengenai kondisi alam sekitar yang dicetuskan Rachel Carson ini bukan saja menarik perhatian golongan saintis tetapi turut mempengaruhi para ahli di bidang-bidang yang lain. Pada tahun 1967 seorang ahli sejarah, Lynn White Jr., menulis sebuah artikel yang bertajuk The Historical Roots of Our Ecological Crisis. Artikel ini memuatkan pandangannya mengenai dengan faktor utama yang menyebabkan terjadinya krisis alam sekitar. Menurut beliau, faktor utama yang menyebabkan krisis alam sekitar ialah doktrin Yahudi-Kristian yang melahirkan suatu pandangan umum atau worldview dalam kehidupan manusia, yaitu mereka diizinkan oleh Tuhan mengeksploitasikan alam sekitar demi kelangsungan hidup mereka. Lynn White Jr. mendakwa dengan berpegang kepada pandangan umum tersebut masyarakat barat khasnya menggunakan sains dan teknologi secara dinamik untuk mengeksploitasi alam sekitar tanpa batasan. Fenomena inilah yang menyebabkan gangguan dan kemerosotan kualiti alam sekitar secara lokal dan global.
Kesadaran akan pentingnya pemuliharaan alam sekitar mulai bangkit di dunia barat merupakan dampak dari krisis alam sekitar yang melanda mereka. Kemudian kesadaran itu berkembang ke seluruh pelosok dunia sehingga menyamakan pemikiran masyarakat dunia. Menurut Zaini Ujang (1992) kesadaran itu begitu meluas sepanjang abad ke 20 sehingga mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, malah kemunculannya menjadi alternatif kepada pembentukan tata baru dunia atau new world order.
Konsep Pemikiran Environmentalisme
konsep environmentalisme dapat dibagikan kepada tiga aspek utama yaitu:
· Environmentalisme adalah sebagai suatu konsep yang berhubungan erat dengan falsafah alam sekitar. Falsafah alam sekitar yang dimaksudkan adalah perbahasan berkenaan hakikat sebenarnya hubungan manusia dan alam sekitar. Falsafah alam sekitar juga menjelaskan bagaimana sebenarnya perilaku yang harmoni terhadap alam sekitar dan bagaimana pula perilaku yang mengganggu keseimbangannya.
· Environmentalisme adalah satu konsep yang berhubungan erat dengan perjuangan berasaskan ideologi alam sekitar. Ideologi merujuk kepada suatu doktrin yang diyakini oleh seseorang individu ataupun suatu kelompok yang menjadi dasar kepada kegiatan yang dilakukan. Perjuangan yang berasaskan ideologi alam sekitar ini berusaha menerapkan ideologi tersebut ke dalam pemikiran masyarakat luas sebagai agenda bertindak dalam lapangan kehidupan. Apabila ideologi ini mendasari seluruh agenda bertindak masyarakat manusia, maka niscaya akan membawa kelestarian terhadap alam sekitar.
· Environmentalisme adalah suatu konsep yang berhubungan erat dengan perancangan pengamanan alam sekitar. Dengan pengertian lain, environmentalisme merujuk kepada pihak berwenang berasaskan idealisme alam sekitar agar dilaksanakan di semua aspek.

C. Determinasi faktor nature dan nurture dalam perkembangan aspek-aspek psikofisik individu serta implikasinya dalam pendidikan sebagai refleksi dari aliran konvergensi
Aliran Konvergensi

Tokoh aliran Konvergensi adalah William Stem. la seorang tokoh pendidikan Jerman yang hidup tahun 1871-1939. Aliran Konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari aliran Nativisme dan Empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi,faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting.

Anak yang mempunyai pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak secara optimal jika tidak didukung oleh bakat baik yang dibawa anak. Dengan demikian, aliran Konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor pembawaan atau bakat dan lingkungan. Hanya saja, William Stem tidak menerangkan seberapa besar perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut. Sampai sekarang pengaruh dari kedua faktor tersebut belum bisa ditetapkan.

Menurut aliran ini bahwa manusia dalam perkembangan hidupnya dipengaruhi oleh bakat/pembawaan dan lingkungan atau dasar dan ajar. Manusia lahir telah membawa benih-benih tertentu dan bisa berkembang karena pengaruh lingkungan. Aliran ini dipelopori oleh W. Stern.

Pada umumnya paham inilah yang sekarang banyak diikuti oleh para ahli pendidikan dan psikologi, walaupun banyak juga kritik yang dilancarkan terhadap paham ini. Salah satu kritik ialah Stern tidak dapat dengan pasti menunjukkan perbandingan kekuatan dua pengaruh itu.

Dengan demikian pendidikan harus mengusahakan agar benih-benih yang baik dapat berkembang secara optimal dan benih-benih yang jelek ditekan sekuat mungkin sehingga tidak dapat berkembang.


Berdasarkan uraian-uraian teori diatas yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan siswa yaitu :
1.    Aliran Nativisme
“Perkembangan manusia ditentukan oleh pembawaannya sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa.”
Kaum nativisme ini berpendapat bahwa nasib anak itu sebagian besar berpusat pada pembawaannya sementara pengaruh lingkungan hidupnya hanya sedikit saja, baik-buruknya perkembangan anak sepenuhnya tergantung pada pembawaannya (“Moch. Kasiram, 1983.27”)
Jadi menurut kaum nativisme sifat pembawaan itu mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan individu. Pendidikan dan pengaruh lingkungan hidup hampir tidak ada terhadap perkembangan anak, akibatnya para ahli pengikut aliran nativisme mempunyai pandangan yang pesimistis terhadap pengaruh pendidikan dan pada umumnya teori nativisme dijaman sekarang telah ditinggalkan orang.
2.    Aliran Environmentalisme
“Perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman, pendidikan, pembawaan dan bakat tidak ada pengaruh.”
Dimana dipelopori oleh John Lock dengan teori tabula rasa yang diungkapkannya bahwa anak lahir seperti kertas putih yang belum mendapatkan coretan sedikitpun akan dijadikan apa kertas itu terserah kepada yang menulisnya. Aliran ini menimbulkan adanya optimisme dalam bidang pendidikan dan menimbulkan keyakinan yang kuat bahwa segala sesuatu yang terdapat pada jiwa manusia dapat diubah oleh pendidikan, watak, sikap, dan tingkah laku manusia dianggapnya bisa dipengaruhi seluas-luasnya oleh pendidikan yang dipandang mempunyai pengaruh yang tidak terbatas. Bahaya yang ditimbulkan dari pandangan ini dapat mengakibatkan anak tidak diperlakukan sebagai anak tetapi diperlakukan semata-mata menurut keinginan orang dewasa sedangkan pribadi anak sering diabaikan dan kepentingannya tidak diperdulikan.
3.    Aliran Konvergensi
“Gabungan antara aliran enviromentalisme dengan aliran nativisme.”
Aliran konvegensi menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia.
Para penganut aliran konvergensi berkeyakinan bahwa baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan andilnya sama besar dalam menentukan masa depan seseorang.
Banyak bukti yang menunjukan bahwa watak dan bakan seseorang tidak sama dengan orangtuanya setelah ditelusuri ternyata watak dan bakat orang tersebut sama dengan kakek atau ayah dan ibu kakeknya. Dengan demikian tidak semua bakat dan watak seseorang dapat diturunkan secara langsung.
REFERENSI
Baharudin H. 2009. Psikologi Pendidikan Refleksi Teoritis terhadap    Fenomena.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Grup.
Makmum, Abin Syamsudin. 2007. Psikologi Kependidikan. Bandung: PT  Rosdakarya.
Sugandhi, Nani M & Yusuf, Syamsu LN. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/07/makalah-perkembangan-peserta-didik.html
http://nadhirin.blogspot.com/2010/03/teori-nativisme.html
http://richardteddylubis.blogspot.com/2011/03/environmentalisme.html
http://www.scribd.com/doc/45080023/6/Aliran-Konvergensi
http://www.tuanguru.com/2012/01/teori-nativisme-empirisme-konvergensi.html

Related Post



1 komentar: